Resmi 3 Tap MPR Soal Presiden RI Dicabut: Sukarno, Soeharto, Gus Dur
Jakarta,Harpi News.Com - Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) resmi mencabut nama Sukarno, Soeharto, dan Gus Dur dari Ketetapan
(Tap) MPR. Terkait hal tersebut, MPR juga mengusulkan agar Sukarno, Soeharto
hingga Gus Dur untuk diberikan gelar pahlawan nasional. (TAP) MPR terkait
Sukarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah resmi dicabut oleh MPR
RI. Dikutip detikcom, berikut rinciannya.
1. Pencabutan Tap MPR Soal Sukarno
Berdasarkan kesepakatan pada Rapat Pimpinan MPR tanggal 23 Agustus 2024, Pimpinan
MPR telah menegaskan bahwa sesuai pasal 6 TAP Nomor I/MPR/ 2003 tentang
Peninjauan Materi dan Status Hukum Seluruh TAP MPRS dan TAP MPR mulai tahun
1960 sampai 2002, TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Sehingga, tuduhan pengkhianatan terhadap Sukarno telah digugurkan demi hukum
oleh Keputusan Presiden Nomor 83/TK/2012 tentang Gelar Pahlawan Nasional kepada
Bung Karno. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 25 huruf e UU Nomor 20 tahun
2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo telah menyerahkan Dokumen Surat Pimpinan
MPR RI yang ditandatangani 10 pimpinan MPR kepada Menteri Hukum dan HAM
Supratman Andi Agtas dan Ahli Waris Keluarga Besar Presiden Sukarno. Surat
Pimpinan MPR ini menjadi jawaban atas Surat MenkumHAM Nomor: M.HHHH.04.01-84
tanggal 13 Agustus 2024 perihal Tindak Lanjut Tidak Berlakunya TAP MPRS Nomor
XXXIII/MPRS/1967.
"Melalui surat tersebut, pimpinan MPR menegaskan bahwa secara yuridis
tuduhan terhadap Presiden Soekarno yang dianggap memberikan kebijakan yang
mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G-30-S/PKI pada tahun 1965,
dinyatakan tidak berlaku lagi sesuai Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang
Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR Tahun
1960-2022," kata Bamsoet dalam keterangannya, Senin (9/9) lalu.
Ia menjelaskan TAP MPRS No. XXXIII / MPRS / 1967 telah dinyatakan sebagai
kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut.
Baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai
dilaksanakan.
"Namun demikian, meskipun TAP MPRS Nomor XXXIII/ MPR/1967 tersebut telah
dinyatakan tidak berlaku lagi, namun masih menyisakan persoalan yang bersifat
psikologis dan politis yang harus dituntaskan karena tidak pernah dibuktikan
menurut hukum dan keadilan, serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia
sebagai negara yang berdasar atas hukum sesuai ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD NRI
1945," tambahnya.
2. Pencabutan Tap MPR Soal Soeharto
MPR RI juga mencabut nama Soeharto dari Ketetapan (Tap) MPR Nomor 11 Tahun 1998
tentang perintah untuk menyelenggarakan yang bersih tanpa korupsi, kolusi,
nepotisme (KKN). Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna sidang akhir MPR
RI periode 2024-2029.
"Terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR
Nomor 11/MPR 1998 tersebut secara diri pribadi, Bapak Soeharto dinyatakan telah
selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia," kata
Bamsoet dalam rapat paripurna di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta Pusat,
Rabu (25/9/2024).
Hal ini menindaklanjuti surat dari Partai Golkar per 18 September 2024. Ia
mengatakan, meski MPR menyepakati nama Soeharto dicabut, status hukum Tap MPR
Nomor 11 Tahun 1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh Tap MPR Nomor
I/MPR/2003.
"Surat dari Fraksi Partai Golkar tanggal 18 September 2024, perihal
kedudukan Pasal 4 Tap MPR nomor 11/MPR 1998," katanya.
Nama 'Soeharto' tertera dalam Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 itu (kini dicabut).
Begini bunyi Pasal 4 di Tap MPR tersebut yang memuat nama Soeharto.
"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara
tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara,
keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat, termasuk mantan
Presiden Soeharto
3. Pencabutan Tap MPR Soal Gus Dur
Hal yang sama juga berlaku untuk Tap MPR terkait Gus Dur. Tap MPR nomor
II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
kedudukannya resmi tak berlaku lagi.
"Surat dari fraksi PKB perihal kedudukan ketetapan MPR nomor 2/MPR 2001
tentang pertanggung jawaban presiden KH Abdurrahman Wahid. Berdasarkan
kesepakatan rapat gabungan MPR dengan pimpinan fraksi kelompok DPD pada tanggal
23 September yang lalu, pimpinan MPR menegaskan ketetapan MPR Nomor 2/MPR 2001,
tentang pertanggung jawaban presiden RI KH Abdurrahman Wahid saat ini kedudukan
hukumnya tidak berlaku lagi," kata Bamsoet di rapat paripurna, Senayan,
Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2024).
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebelumnya mengajukan permohonan kepada
Pimpinan MPR untuk menerbitkan surat penegasan administratif bahwa Ketetapan
MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban atau Pemberhentian Presiden
ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sudah tidak berlaku lagi.
Ketua Fraksi PKB MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan surat penegasan tersebut
diperlukan untuk memulihkan nama baik Gus Dur. Sebab, TAP MPR tersebut secara
otomatis tidak berlaku lagi dengan adanya TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003 mengenai
Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI
Tahun 1960 sampai tahun 2002.
"Kami meminta kepada Pimpinan MPR RI untuk memberikan surat penegasan
administratif untuk menjelaskan kepada publik bahwa TAP MPR Nomor II/MPR/2001
tersebut memang sudah tidak berlaku. Dengan adanya surat penegasan dari
Pimpinan MPR tersebut, bisa memulihkan nama baik Gus Dur sebagai mantan
Presiden yang sudah banyak memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara
ini," ujar Jazilul dalam keterangannya, Selasa (24/9).
Bamsoet Sebut MPR Akan Undang Keluarga Soeharto dan Gus Dur soal TAP MPR
Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto-Gus Dur
MPR mendorong mantan presiden RI seperti Sukarno, Soeharto hingga Gus Dur untuk
diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan undang-undang sebagai pahlawan
nasional. Hal ini disampaikan oleh Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo
(Bamsoet).
"Seluruh hal tersebut dilaksanakan pimpinan MPR sebagai bagian dari
penyadaran kita bersama untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional dan menjunjung
tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan. MPR adalah rumah kebangsaan kita
bersama. MPR adalah penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sudah sepantasnya
dalam kerangka itu MPR merajut persatuan bangsa," ujar Bamsoet.
"Karenanya, pimpinan MPR RI mendorong agar jasa dan pengabdian dari mantan
Presiden Soekarno, mantan Presiden Soeharto, dan mantan Presiden Abdurrahman
Wahid, dapat diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan sebagai pahlawan nasional, termasuk gelar Pahlawan
Nasional," sambungnya.