Fraksi Partai PKB Minta MPR Tegaskan TAP MPR Pemberhentian Gus Dur, Tak Berlaku Lagi
Jakarta,Harpi News.Com -Fraksi Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB) mengajukan permohonan kepada Pimpinan MPR untuk menerbitkan surat
penegasan administratif bahwa Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang
Pertanggungjawaban atau Pemberhentian Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
sudah tidak berlaku lagi.
Ketua Fraksi PKB MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan surat penegasan tersebut
diperlukan untuk memulihkan nama baik Gus Dur. Sebab, TAP MPR tersebut secara
otomatis tidak berlaku lagi dengan adanya TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003 mengenai
Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI
Tahun 1960 sampai tahun 2002.
"Kami meminta kepada Pimpinan MPR RI untuk memberikan surat penegasan
administratif untuk menjelaskan kepada publik bahwa TAP MPR Nomor II/MPR/2001
tersebut memang sudah tidak berlaku. Dengan adanya surat penegasan dari
Pimpinan MPR tersebut, bisa memulihkan nama baik Gus Dur sebagai mantan
Presiden yang sudah banyak memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara
ini," ujar Jazilul dalam keterangannya, Selasa (24/5/2024).
Hal ini disampaikannya dalam Rapat Gabungan Pimpinan dan Fraksi MPR RI di Kota
Tangerang, Banten, Senin (23/9/2024).
Jazilul mengatakan rapat gabungan MPR RI telah memberikan kesimpulan untuk
segera menindaklanjuti dan menjawab permohonan yang diajukan Fraksi PKB MPR.
Adapun langkah ini menjadi bagian dari upaya lanjutan PKB untuk mengajukan
gelar Pahlawan Nasional kepada Gus Dur.
ADVERTISEMENT
"Surat yang nantinya akan dikeluarkan MPR ini menjadi salah satu penguat
bagi KH Abdurrahman Wahid untuk diberikan gelar Pahlawan Nasional,"
tuturnya.
Baca juga:
Pansus Haji Serahkan Hasil Investigasi ke Paripurna DPR 26 September
Lebih lanjut, Jazilul mengungkapkan langkah ini juga merupakan bagian dari
upaya MPR RI untuk melakukan rekonsiliasi nasional. PKB juga mengapresiasi
langkah Pimpinan MPR RI yang sebelumnya telah menyerahkan surat Pimpinan MPR
tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang
Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno.
Dengan pencabutan TAP tersebut, tuduhan Soekarno atas
keberpihakannya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) resmi dicabut.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi PKB MPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hitz
berharap MPR RI juga mengundang keluarga Gus Dur seperti yang dilakukan
terhadap keluarga Presiden Soekarno.
"Kita harapkan ada perlakuan yang sama sehingga ketika kami sudah berjuang
agar Presiden Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional, itu tidak lagi terganjal
dengan adanya TAP MPR Nomor II tersebut," katanya.
Eem menjelaskan sudah sewajarnya bagi MPR RI memberikan apresiasi dan
penghargaan kepada para presiden atau mantan presiden yang telah mencurahkan
waktu, tenaga dan pikirannya dalam berkontribusi untuk perjalanan bangsa.
"Terlepas adanya kekurangan dan kelebihan, mereka adalah seseorang yang
patut kita hargai,"
Di sisi lain, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan pihaknya segera menyusun
draf surat penjelasan administratif yang diajukan Fraksi PKB MPR RI mengenai
tidak berlakunya Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban
Presiden RI Abdurrahman Wahid.
"Kami segera menyusun draf surat penjelasan administratif untuk disepakati secara bersama-sama jajaran Pimpinan MPR RI," tuturnya.
Bamsoet menambahkan, sebelum mengakhiri masa jabatan, Pimpinan MPR RI akan mengundang keluarga Gus Dur dan Soeharto untuk menerima surat jawaban yang diajukan Fraksi PKB dan Fraksi Partai Golkar MPR RI.
"Setelah kita mengundang keluarga Bung Karno dengan luar biasa kemarin, seluruh rakyat terharu dalam susana yang sangat hikmat maka tanggal 28 dan 29 kita akan mengundang juga keluarga Pak Harto dan keluarga Gus Dur untuk menerima surat jawaban dari MPR, betapa indahnya dunia ini," jelasnya.
Bamsoet pun menjelaskan surat yang diajukan Fraksi PKB dan Fraksi Partai Golkar sifatnya administratif dan bukan sebagai produk hukum. Ia menegaskan MPR memiliki semangat rekonsiliasi untuk membangun kebersamaan sehingga tidak lagi mewariskan dendam politik masa lalu kepada generasi yang akan datang.
"Saya bisa menyadari bahwa dua-duanya adalah kebutuhan untuk gelar pahlawan yang selama ini dua tokoh ini terganjal," pungkasnya.