Menteri Polhukam: Sebagian data NPWP bocor tak cocok dengan pemiliknya
HARPI NEWS.COM-Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa berdasarkan analisa
sementara, sebagian data Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP yang bocor
tidak cocok dengan data asli pemiliknya.
"Diduga data-data tersebut diperoleh dari beberapa kota/kabupaten sehingga
ada sebagian yang tidak sesuai dengan pemiliknya, baik NIK maupun NPWP,"
kata Hadi saat rapat dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta,
Senin.
Hadi mengatakan lembaganya bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga
terus melakukan validasi terhadap data-data yang diduga dibocorkan oleh peretas
tersebut, baik data NIK, NPWP, maupun nomor telepon.
Menurutnya, tim internal dari Kementerian Keuangan juga telah bekerja untuk
menindaklanjuti informasi kebocoran data itu.
Dalam waktu dekat ini, lanjut Hadi, Kemenko Polhukam akan menggelar rapat
lintas menteri yang juga dihadiri sejumlah direktur jenderal untuk membahas
permasalahan dugaan kebocoran data tersebut dan mencari solusi serta mitigasi.
Sejauh ini, Hadi mengatakan pemerintah sudah memiliki upaya jangka pendek untuk
mengatasi sejumlah dugaan kebocoran data, baik data NPWP maupun NIK, hingga
terbentuknya Lembaga Perlindungan Data Pribadi, sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
"Kemenkominfo bertindak sebagai otoritas perlindungan data, ini harus
mengacu pada PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi
Elektronik (PSTE), untuk memastikan tidak ada kekosongan institusi penegakan
kepatuhan dalam perlindungan data pribadi," katanya.
Dugaan bocornya data NPWP mencuat usai pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh
Aprianto mengunggah tangkapan layar situs Breach Forums.
Melalui akun X @secgron, dia menyebut sebanyak enam juta data NPWP
diperjualbelikan dalam situs itu oleh akun bernama Bjorka pada tanggal 18
September 2024.
Selain NPWP, data yang juga terseret, di antaranya Nomor Induk Kependudukan
(NIK), alamat, nomor telepon, surat elektronik (email), dan data lainnya. Harga
jual seluruh data itu mencapai Rp150 juta.